Bersyukurnya aku punya suami yang baik, yang mengizinkan aku merawat mendiang Bapak sampai Bapak berpulang ke Rumah Bapa di Surga.
Mungkin saat ini adalah saat terendah dalam hidupku kehilangan orang yang aku sayangi bahkan dengan segala memori baik buruk mendiang Bapak yang sampai sekarang belum bisa aku lupakan.
Aku korbankan pekerjaan, project, waktu, tenaga bahkan perasaan untuk merawat Bapak saat itu. Bersyukur aku punya suami yang baik mau membantu aku menjaga Bapak dan kakak Ipar yang sangat sabar dengan kondisi istrinya ataupun Bapak mertuanya.
Keputusanku untuk merawat Bapak adalah keputusan yang sangat berat bagiku, 1 tahun yang seringkali orang lain menganggap sia-sia, namun bagiku itu waktu yang sangat berharga. Aku beruntung diberikan privilege oleh Tuhan karena tidak semua anak mau dan memiliki kesempatan untuk itu.
Meski keadaanku terseok-seok dan “dedel duel” (remuk redam) akhirnya aku bisa menyelesaikan perjuanganku untuk merawat Bapak sampai akhir hembusan nafasnya.
Apa yang membuat aku bertahan dan kuat merawat Bapak waktu itu? “Janji Tuhan” yah mungkin terdengar klise, tapi saat itu aku hanya berpegang pada 1 janji yang memberikan aku harapan bahwa hari esok lebih baik.
“Keluaran 20:12 TB. Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu”.
Aku yakin semua agama mengajarkan untuk menghormati orang tuanya. Hanya itu yang bisa aku lakukan.
Hal yang paling menyentuh hatiku adalah saat mendiang Bapak opname karena stroke dan berkata kepada suamiku dengan suara parau dan mata berkaca-kaca kalau aku anak yang berbakti.
Aku tidak mengetahui hal itu dan suamiku mengatakannya setelah Bapak sudah berpulang. Rasanya seperti menerima piala kemenangan saat itu, meski banyak sekali kekuranganku saat merawat mendiang Bapak.
Di fase saat ini setelah 3 bulan Bapak berpulang, aku belum bisa memutuskan jalan hidupku ingin apa dan mau kemana.
Bagai anak ayam kehilangan induknya, begitulah peribahasa yang bisa mendeskripsikan diriku saat ini. Ya, aku tau kalau Tuhan nggak pernah ninggalin aku. Mungkin saja aku hanya butuh waktu untuk melakukan penerimaan keadaan ini.
Dalam diam dan setiap peristiwa aku semakin menyadari bahwa:
1. Ketika Tuhan izinkan semua hal baik dan buruk terjadi semuanya adalah anugrah
2. Dulu aku berpikir bahwa anugrah hanyalah life in abundance. Padahal dalam setiap penderitaan, kita merasakan kasih Tuhan saat kita memanggul salibNya.
3. Dulu aku masih menaruh self esteem dan self worth pada beberapa faktor seperti : fisik, profesi, skill, kekayaan, kedudukan, dll. Ternyata aku salah, ketika Tuhan izinkan semua diambil dariku aku menyadari bahwa rasa berharga karena kita diciptakan sebagai makhluk yang utuh, yang dikasihi sejak sebelum aku dilahirkan ke dunia. Yaitu makhluk yang diciptakan segambar dan serupa Dia untuk maksud dan tujuan tertentu.
4. Aku lebih mencintai diriku saat ini, karena diri ini sudah bekerja keras sejauh ini. Aku juga lebih menghargai tubuhku, makan nabati 80% dan hewani 20%, rutin olahraga, tidur lebih awal, bangun lebih pagi, berjemur dan menyalurkan banyak hobby. Aku selalu berharap tubuh ini baik-baik saja sampai masa tuaku bahkan sampai tutup usia.
5. Nggak usah ngikutin dan bandingin diri ini sama template hidup orang lain. Setiap manusia diciptakan dengan maksud dan tujuan tertentu, ibarat sebuah brand kita punya Unique Selling Point dan target market sendiri secara customize, nggak bisa apple to apple kan? Yang ada malah apple to durian!
6. Kalau kamu mengalami kesedihan berkepanjangan, hilang konsentrasi, insomnia, mimpi buruk, kecemasan berlebihan jangan sungkan ke psikiater. Obat dan psikiater bisa membantu jiwamu lebih sehat, jangan denial atau malah self diagnose!